BENGKULU – Rencana Pemprov Bengkulu melalui Dinas Perhubungan akan menertibkan seluruh truk batu bara (BB), terutama yang mati pajak, kir dan melebihi tonase tidak akan berjalan mulus. Pasalnya sejumlah pemilik kendaraan dan sopir menolak larangan truk yang mati pajak untuk tidak boleh beroperasi.
Ketua Gabungan Angkutan Pengusaha Batu Bara (Gapabara) Provinsi Bengkulu, H. Yurman Hamedi menyatakan tidak ada kewenangan Dinas Perhubungan menangkap dan melarang truk batu bara tidak beroperasi. Walaupun kondisi mati pajak. Walaupun mati pajak 1-2 tahun, selagi masa waktu lima tahun masih ada untuk melunasi sesuai Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), maka masih ada hak dan peluang pemilik kendaraan melunasinya.
‘’Walaupun mati pajak kan bisa saja setelah lima tahun akan berakhir masa berlaku STNKnya itu baru dilunasi. Risikonya yang mati pajak, kalau mau menghidupkan kembali pajaknya harus melunasi denda keterlambatan. Bukan berarti tidak boleh beroperasi,’’ kata Yurman.
Menurut Yurman, selama ini banyak angkutan mati pajak lantaran pendapatan atau sumber biaya angkut batu bara tidak sesuai lagi, dimana hanya Rp 140 per kg.  Jangankan untuk cari keuntungan, agar mendapatkan biaya perawatan kendaraan saja sulit. Ditambah lagi banyak perusahaan tambang yang tidak beroperasi lagi. ‘’Kini lihatlah akibat biaya angkut murah, banyak truk batu bara beralih fungsi. Mereka lebih memilih mengangkut material,’’ jelas Yurman.
Yurman menambahkan penertiban angkutan yang muatannya berlebihan dia setuju. Asal tidak tebang pilih. Artinya angkutan seperti CPO dan ekspedisi juga harus ditertibkan. Terbukti selama ini angkutan tersebut tidak pernah digubris. Padahal kendaraan yang merusak jalan bukan hanya truk batu bara, tetapi ekspedisi dan CPO yang kapasitasnya melebihi tonase jalan.
‘’Kini lihatlah kalaupun ada truk batu bara yang melintas dalam kota, itu kondisinya kosong. Mereka juga kebanyakan melintas karena ingin mengisi BBM. Kalau waktu bermuatan sudah banyak mengikuti jalur. Beberapa truk yang masih bandel karena tidak ada pengamanan dari petugas. Sehingga karena biaya angkut murah, sopit akan mencari jalan cepat ditempuh dengan biaya lebih ringan,’’ tambah Yurman.
Sementara Plt Kepala ESDM Provinsi Bengkulu, Oktaviano mengakui mulai tahun 2018 truk angkutan batu bara wajib melintasi jalan khusus. Sehingga tidak ada lagi yang boleh masuk jalan milik negara. ‘’Sekarang solusinya belum ada. Tapi kalau tahun depan (2018, red) perusahaan tambang harus buat jalan khusus. Agar jalan yang dibangun pemerintah tidak cepat rusak,’’ jelas Oktaviano.
Terpisah Plt Kadishub Provinsi Ir. Budi Djatmiko, M.Si melalui Kabid Perhubungan Darat Anwar Afrianto, S.Sos mengakui sesuai UU Nomor 22 tahun 2009 kendaraan mati pajak dan kir tidak boleh beroperasi. Begitu juga yang bermuatan melebihi tonase harus dibongkar kelebihannya. “Tugas kami sudah memasang rambu lalu lintas. Penindakannya di polisi, baik yang mati pajak atau melebihi tonase. Kami akan koordinasi agar dilakukan operasi  gabungan,’’ demikian Anwar. (***)

Truk Dilarang Beroperas, Pengusaha Berang

BENGKULU – Rencana Pemprov Bengkulu melalui Dinas Perhubungan akan menertibkan seluruh truk batu bara (BB), terutama yang mati pajak, kir dan melebihi tonase tidak akan berjalan mulus. Pasalnya sejumlah pemilik kendaraan dan sopir menolak larangan truk yang mati pajak untuk tidak boleh beroperasi.
Ketua Gabungan Angkutan Pengusaha Batu Bara (Gapabara) Provinsi Bengkulu, H. Yurman Hamedi menyatakan tidak ada kewenangan Dinas Perhubungan menangkap dan melarang truk batu bara tidak beroperasi. Walaupun kondisi mati pajak. Walaupun mati pajak 1-2 tahun, selagi masa waktu lima tahun masih ada untuk melunasi sesuai Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), maka masih ada hak dan peluang pemilik kendaraan melunasinya.
‘’Walaupun mati pajak kan bisa saja setelah lima tahun akan berakhir masa berlaku STNKnya itu baru dilunasi. Risikonya yang mati pajak, kalau mau menghidupkan kembali pajaknya harus melunasi denda keterlambatan. Bukan berarti tidak boleh beroperasi,’’ kata Yurman.
Menurut Yurman, selama ini banyak angkutan mati pajak lantaran pendapatan atau sumber biaya angkut batu bara tidak sesuai lagi, dimana hanya Rp 140 per kg.  Jangankan untuk cari keuntungan, agar mendapatkan biaya perawatan kendaraan saja sulit. Ditambah lagi banyak perusahaan tambang yang tidak beroperasi lagi. ‘’Kini lihatlah akibat biaya angkut murah, banyak truk batu bara beralih fungsi. Mereka lebih memilih mengangkut material,’’ jelas Yurman.
Yurman menambahkan penertiban angkutan yang muatannya berlebihan dia setuju. Asal tidak tebang pilih. Artinya angkutan seperti CPO dan ekspedisi juga harus ditertibkan. Terbukti selama ini angkutan tersebut tidak pernah digubris. Padahal kendaraan yang merusak jalan bukan hanya truk batu bara, tetapi ekspedisi dan CPO yang kapasitasnya melebihi tonase jalan.
‘’Kini lihatlah kalaupun ada truk batu bara yang melintas dalam kota, itu kondisinya kosong. Mereka juga kebanyakan melintas karena ingin mengisi BBM. Kalau waktu bermuatan sudah banyak mengikuti jalur. Beberapa truk yang masih bandel karena tidak ada pengamanan dari petugas. Sehingga karena biaya angkut murah, sopit akan mencari jalan cepat ditempuh dengan biaya lebih ringan,’’ tambah Yurman.
Sementara Plt Kepala ESDM Provinsi Bengkulu, Oktaviano mengakui mulai tahun 2018 truk angkutan batu bara wajib melintasi jalan khusus. Sehingga tidak ada lagi yang boleh masuk jalan milik negara. ‘’Sekarang solusinya belum ada. Tapi kalau tahun depan (2018, red) perusahaan tambang harus buat jalan khusus. Agar jalan yang dibangun pemerintah tidak cepat rusak,’’ jelas Oktaviano.
Terpisah Plt Kadishub Provinsi Ir. Budi Djatmiko, M.Si melalui Kabid Perhubungan Darat Anwar Afrianto, S.Sos mengakui sesuai UU Nomor 22 tahun 2009 kendaraan mati pajak dan kir tidak boleh beroperasi. Begitu juga yang bermuatan melebihi tonase harus dibongkar kelebihannya. “Tugas kami sudah memasang rambu lalu lintas. Penindakannya di polisi, baik yang mati pajak atau melebihi tonase. Kami akan koordinasi agar dilakukan operasi  gabungan,’’ demikian Anwar. (***)