BeritaBengkulu.id - Pengurus Wilayah Persaudaraan Muslimah (Salimah) bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Provinsi Bengkulu, menyelenggarakan Talkshow Peringatan Hari Kartini Tahun 2017 bertajuk "Pengasuhan dan Perlindungan Anak", di Aula Bappeda Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No.1, Kota Bengkulu, Senin 24 April 2017.
Ketua Pengurus Wilayah​ Salimah Bengkulu Syafnizar mengatakan, pihaknya sengaja mengundang Jawa Barat sebagai narasumber tunggal. Hal itu dikarenakan Jabar dinilai paling relevan dalam bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Ia pun mengundang peserta dari seluruh perwakilan organisasi perempuan di Bengkulu. Hal tersebut dilakukan dengan harapan akan menjadi perpanjangan tangan penyampaian informasi. Yaitu terkait pengasuhan dan perlindungan anak kepada masyarakat anggotanya.
"Kami berharap acara ini akan menghasilkan sebuah pemikiran dan konsep yang disepakati bersama. Selain itu bisa diterapkan sesuai bidang (organisasi) masing-masing." kata Syafnizar.
Bukan tanpa alasan PW Salimah mengangkat tema ini. Kasus Y yang menjadi korban perkosaan massal anak-anak di bawah umur, masih menjadi pukulan bagi Provinsi Bengkulu.
Kadis P3APPKB Bengkulu Forita Ramadaniwati menyebutkan tahun 2016, ada 653 kasus kekerasan di Bengkulu. Sementara 60 persen diantaranya melibatkan anak-anak sebagai korban.
Menurut Forita, banyaknya kasus pernikahan dini, kekerasan seksual hingga penjualan anak merupakan efek tingginya angka kemiskinan di Bengkulu.
"326.000 dari 2,2 juta penduduk Bengkulu tergolong miskin. Indeks kemiskinan Bengkulu tertinggi keenam di Indonesia dan tertinggi kesatu di Sumatera." kata Forita.
"Ada sekitar 24.600 rumah tangga miskin dengan kepala keluarga seorang perempuan. Ini semakin menyulitkan mereka untuk mandiri," ujarnya.
Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan memaparkan, kemiskinan masyarakat yang memicu tingginya angka kekerasan. Sehingga bukan hanya miskin secara ekonomi, tetapi juga miskin wawasan, pengetahuan dan agama.
Hal tersebut menjadikan orangtua sangat otoritatif, selalu menggunakan bahasa kekuasaan dan hukuman sebagai alat untuk mengatur anaknya. Inilah yang membuat anak mengalami fenomena BLAST (Bored, Lonely, Angry, Stress, dan Tired), dan menjadikannya rentan menjadi korban kekerasan.
Sebagai salah satu solusi, Netty menawarkan gagasannya untuk menerapkan sistem multilevel marketing (MLM) dalam menangani kekerasan. Netty menegaskan, penanganan kekerasan membutuhkan keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, organisasi sosial, juga masyarakat.
Dalam konteks ini, pemerintah berperan sebagai upline, kemudian institusi pendidikan dan organisasi kemasyarakatan sebagai downline. Downline ini bertugas mensosialisasikan gerakan dan program pencegahan kekerasan kepada masyarakat luas. Dengan demikian menurut Netty, seluruh lapisan masyarakat dapat terjangkau dan lebih melek informasi, khususnya terkait kekerasan.
Netty juga sangat mengapresiasi masukan-masukan dari peserta talkshow yang inginkan adanya pemetaan masyarakat. Sehingga dapat dibagi tugas antar organisasi untuk saling bersinergi menjangkau seluruh masyarakat di daerahnya.
"Saya yakin jika bisa bekerja ke kelompok​ masyarakat baik tingkat kecamatan, desa dan dusun. Maka akan makin banyak masyarakat yang akan tercegah dari kekerasan. Ini penting, karena jangan sampai masyarakat mengenal kekerasan setelah menjadi korban," ujar Netty ditemui pers usai acara.
Untuk tingkat institusi pendidikan, Netty mengungkapkan bahwa pengalih kelolaan SMA dan SMKN ke provinsi dapat dimanfaatkan untuk merangkul pelajar. Hal tersebut dilakukan untuk mensosialisasikan mereka akan bahaya ancaman kekerasan.
Sedangkan untuk SD dan SMP. Netty mengimbau agar Disdik setempat dapat menitipkan pesan cegah kekerasan keseluruh kepala sekolah. Misalnya bisa disampaikan pada saat upacara sekolah. "Meski tidak mudah, tapi kerjasama antar sektoral ini penting adanya," ujarnya.

(PR)

Cegah Kekerasan, Netty Tawarkan Gagasan Ini Untuk Bengkulu

BeritaBengkulu.id - Pengurus Wilayah Persaudaraan Muslimah (Salimah) bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Provinsi Bengkulu, menyelenggarakan Talkshow Peringatan Hari Kartini Tahun 2017 bertajuk "Pengasuhan dan Perlindungan Anak", di Aula Bappeda Provinsi Bengkulu Jl. Pembangunan No.1, Kota Bengkulu, Senin 24 April 2017.
Ketua Pengurus Wilayah​ Salimah Bengkulu Syafnizar mengatakan, pihaknya sengaja mengundang Jawa Barat sebagai narasumber tunggal. Hal itu dikarenakan Jabar dinilai paling relevan dalam bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Ia pun mengundang peserta dari seluruh perwakilan organisasi perempuan di Bengkulu. Hal tersebut dilakukan dengan harapan akan menjadi perpanjangan tangan penyampaian informasi. Yaitu terkait pengasuhan dan perlindungan anak kepada masyarakat anggotanya.
"Kami berharap acara ini akan menghasilkan sebuah pemikiran dan konsep yang disepakati bersama. Selain itu bisa diterapkan sesuai bidang (organisasi) masing-masing." kata Syafnizar.
Bukan tanpa alasan PW Salimah mengangkat tema ini. Kasus Y yang menjadi korban perkosaan massal anak-anak di bawah umur, masih menjadi pukulan bagi Provinsi Bengkulu.
Kadis P3APPKB Bengkulu Forita Ramadaniwati menyebutkan tahun 2016, ada 653 kasus kekerasan di Bengkulu. Sementara 60 persen diantaranya melibatkan anak-anak sebagai korban.
Menurut Forita, banyaknya kasus pernikahan dini, kekerasan seksual hingga penjualan anak merupakan efek tingginya angka kemiskinan di Bengkulu.
"326.000 dari 2,2 juta penduduk Bengkulu tergolong miskin. Indeks kemiskinan Bengkulu tertinggi keenam di Indonesia dan tertinggi kesatu di Sumatera." kata Forita.
"Ada sekitar 24.600 rumah tangga miskin dengan kepala keluarga seorang perempuan. Ini semakin menyulitkan mereka untuk mandiri," ujarnya.
Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat Netty Heryawan memaparkan, kemiskinan masyarakat yang memicu tingginya angka kekerasan. Sehingga bukan hanya miskin secara ekonomi, tetapi juga miskin wawasan, pengetahuan dan agama.
Hal tersebut menjadikan orangtua sangat otoritatif, selalu menggunakan bahasa kekuasaan dan hukuman sebagai alat untuk mengatur anaknya. Inilah yang membuat anak mengalami fenomena BLAST (Bored, Lonely, Angry, Stress, dan Tired), dan menjadikannya rentan menjadi korban kekerasan.
Sebagai salah satu solusi, Netty menawarkan gagasannya untuk menerapkan sistem multilevel marketing (MLM) dalam menangani kekerasan. Netty menegaskan, penanganan kekerasan membutuhkan keterlibatan semua pihak, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, organisasi sosial, juga masyarakat.
Dalam konteks ini, pemerintah berperan sebagai upline, kemudian institusi pendidikan dan organisasi kemasyarakatan sebagai downline. Downline ini bertugas mensosialisasikan gerakan dan program pencegahan kekerasan kepada masyarakat luas. Dengan demikian menurut Netty, seluruh lapisan masyarakat dapat terjangkau dan lebih melek informasi, khususnya terkait kekerasan.
Netty juga sangat mengapresiasi masukan-masukan dari peserta talkshow yang inginkan adanya pemetaan masyarakat. Sehingga dapat dibagi tugas antar organisasi untuk saling bersinergi menjangkau seluruh masyarakat di daerahnya.
"Saya yakin jika bisa bekerja ke kelompok​ masyarakat baik tingkat kecamatan, desa dan dusun. Maka akan makin banyak masyarakat yang akan tercegah dari kekerasan. Ini penting, karena jangan sampai masyarakat mengenal kekerasan setelah menjadi korban," ujar Netty ditemui pers usai acara.
Untuk tingkat institusi pendidikan, Netty mengungkapkan bahwa pengalih kelolaan SMA dan SMKN ke provinsi dapat dimanfaatkan untuk merangkul pelajar. Hal tersebut dilakukan untuk mensosialisasikan mereka akan bahaya ancaman kekerasan.
Sedangkan untuk SD dan SMP. Netty mengimbau agar Disdik setempat dapat menitipkan pesan cegah kekerasan keseluruh kepala sekolah. Misalnya bisa disampaikan pada saat upacara sekolah. "Meski tidak mudah, tapi kerjasama antar sektoral ini penting adanya," ujarnya.

(PR)