KISAH pilu menyayat hati seolah silih berganti menimpa anak-anak Bengkulu. Masih belum hilang tragedi Yuyun (14), siswi SMPN di Padang Ulak Tanding (PUT) Kabupaten Rejang Lebong yang menjadi korban kebiadaban 14 pria, diperkosa hingga meninggal dunia.
Kali ini cerita tak kalah pilu terjadi di Kota Bengkulu. Seorang siswi kelas 3 salah satu SMP di Kota Bengkulu, Kuntum (15) —nama samaran—, menjadi budak seks selama 3 tahun terakhir oleh papa angkatnya sendirinya, UE (42), seorang oknum PNS Kota Bengkulu warga Jalan Raden Fatah RT.12, RW.04 Kelurahan Pagar Dewa, Kecamatan Selebar, Kota Bengkulu.
Kisah pilu dialami Kuntum ini tidak lepas dari kemiskinan yang membelit keluarganya. Kedua orangnya, Rabirin (43) dan Murti (48), tinggal di Desa Bajak I Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng). Ibunya Murti sampai sekarang masih berjualan di warung kopi kawasan tambang PT. Bukit Sunur di Taba Penanjung.
Semua berawal sejak ayah kandungnya meninggal dunia. Saat itu Kuntum yang merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara berusia 9 tahun.
Kuntum lalu diajak ke Kota Bengkulu oleh UE yang tak lain masih saudara sepupu ayah kandungnya. Saat itu, UE datang ke rumah duka di Benteng dan mengangkat Kuntum sebagai anak.
Awalnya hari-hari Kuntum penuh keceriaan. Dia bisa sekolah di Bengkulu hingga beranjak remaja dan sekolahnyapun sampai ke jenjang SMP.
Tapi perjalanan waktu berujung tidak bersahabat bagi Kuntum. Sejak menginjak kelas 1 SMP, papa angkatnya mulai berubah. Kini Kuntum baru menyelesaikan ujian nasional (Unas) SMP. Selama 6 tahun jadi anak angkat, 3 tahun diantaranya dihabiskan Kuntum dengan kesedihan yang terpendam.
“Saya tinggal dengan papa dan mama angkat. Mama ini adalah istri muda papa yang dinikahi secara siri. Sejak bercerai dengan istri pertamanya, mama inilah yang menjadi pendamping hidup papa, dan di rumah dia mama angkat Kuntum juga,” cerita Kuntum kepada RB didampingi pejabat Pemkot.
Tibaladah pada malam jahanam tersebut. Kuntum masih mengingatnya persis. Kamis malam Jumat sekitar bulan Mei tahun 2013, sekitar pukul 20.00 WIB. “Malam itu papa ribut dengan Mama dan mama tidak pulang. Akhirnya pelampiasan kemarahannya kepada saya dan saya diajak ke dalam kamar,” ujar Kuntum sambil berurai air mata.
Di dalam kamar, lanjut Kuntum terbata-bata, dia tidak langsung dicabuli. Tapi dia diminta melucuti semua pakaian dalam dan luar. Dalam keadaan telanjang Kuntum diminta memakai Mukenah dan pakai kain. “Dalam keadaan memakai Mukenah dan kain, papa mendekati saya dan membekap saya. Papa pegang keris malam itu, papa mengancam akan membunuh jika melawan. Saya tidak berdaya, dan akhirnya diperkosa. Hampir 1 jam di bawah tekanan dan ditindih papa,” jelas Kuntum.
Setelah melampiaskan nafsu syetan, sang papa kejam itu meninggalkan Kuntum dalam kamar dikunci dari luar. Papa angkatnya menonton di ruang tengah. Papanya meminta kuntum tidak menceritakan kepada siapapun kejadian malam itu. Termasuk kepada mamanya.
“Sejak kejadian malam itu. Papa terus mencari waktu dan kesempatan. Saya tidak bisa menghitung berapa kali diperkosa papa. Saya hanya terdiam dan pasrah. Bahkan ke hotel berkali-kali. Serta dalam ruang kerja tempat usahanya,” kata Kuntum.
Sambil menitikkan air mata, kuntum kembali melanjutkan ceritanya. Selama dicabuli papanya, dia sempat menceritakan kepada mama. Tapi sayang, mamanya tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah. Bahkan papanya seolah-olah tidak bersalah ketika berada di depan mama. “Mama angkat juga dinikahi dari status siri. Dia tidak bisa apa-apa. Dia mau berontak dan marah kepada saya. Karena papa yang berstatus sebagai suaminya itu mencabuli saya dan memiliki rasa nafsu yang tinggi kepada saya,” imbuh Kuntum.
Tidak hanya kekerasan seksual yang dialami Kuntum. Tetapi kekerasan fisik kerap dia alami. Papanya sering memukul dan sering mengancam akan menembak pakai air softgun.
“Papa juga mau mengganggu keluarga saya, jika saya laporkan ini. Bahkan dia mengamcam jika kasus ini sampai ke polisi, dia akan membalas dendam setelah keluar. Inilah membuat saya tidak berani berkutik. Baru sekarang saya melaporkan karena tidak tahan lagi ulah Papa. Biarlah saya tidak melanjutkan sekolah lagi, saya mau kembali ke keluarga saya dan saya tidak mau lagi jadi budak nafsu papa,” terang Kuntum.
Terakhir di Lantai Kantor Papa
Ketika ditanya lagi berapa kali diperkosa, Kuntum mengaku tidak terhitung lagi saking seringnya. Bahkan jika diingat-ingat, hampir setiap hari diminta melayani papanya. Kenapa tidak hamil sejak digauli. Kuntum mengakui jika selama berhubungan, tidak pernah dibuang di “dalam.”
“Terakhir Jumat (5/5) lalu. Di kantor papa yang berada di kawasan hibrida. Kembali lagi papa menggauli saya. Saya pasrah,” tutur Kuntum.
Kuntum tidak tahu apa yang membuat Papanya melakukan hal itu terhadapnya. Bahkan papanya bukanlah orang lain, melainkan adik sepupu ayahnya yang meninggal dunia.
“Saya bingung. Setiap dia sudah melakukan hubungan badan. Saya diiming-iming sebuah rumah dan saya mau dijadikan istri. Saya hanya diam dan saya tidak ngerti apa-apa yang dijanjikan papa itu. Sekarang saya meminta keadilan dan saya mau laporkan kepada kepolisian,” demikian Kuntum.
Berani Keluar
Kesabaran Kuntum akhirnya habis. Selasa (9/5) kemarin, Kuntum akhirnya memberanikan diri kabur dari rumah papa angkatnya di Pagar Dewa. Dia melarikan diri ke rumah kerabat mama angkatnya (istri UE) di kawasan Pasar Panorama. Beberapa jam berada di rumah kerabat mamanya, Kuntum terisak-isak menceritakan kisahnya yang pahit tersebut.
Selama di Kota Bengkulu, Kuntum memang tidak punya tempat curhat untuk dan menceritakan kisah pahitnya. Hanya teman sekolah dan kerabat Mama angkat yang di Panorama jadi tempat tumpuan ceritanya.
Hingga akhirnya sang kerabat mama angkatnya tersebut berkonsultasi dengan polisi dan termasuk minta pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2PT2A) Kota Bengkulu.
Didampingi P2PT2A Kota
Kepala BPMPPAKB Kota Bengkulu Dra. Rosmidar yang juga Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2PT2A) Kota Bengkulu, bergerak cepat. Kemarin tim ini langsung menjemput korban di rumah kerabat dan membawa korban ke kantor.
“Kita sudah datang ke Polres Bengkulu mau melapor, dari PPA Polres Bengkulu menyarankan harus ada keluarga inti dari korban yang ikut. Kami kontak dan tunggu keluarga korban, malam ini ibunya tiba, sudah mendengar semua cerita anaknya dan kita siap besok pagi (hari ini,red) melapor ke PPA Polres lagi,” tegas Rosmidar.
(RB)