BeritaBengkulu.id – Hakim Agung Gayus Lumbuun ikut buka suara soal kabar tertangkapnya ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara oleh Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gayus menilai peristiwa OTT tersebut harus dijadikan bahan evaluasi jajaran badan peradilan.

“Perlu dilakukannya evaluasi terhadap seluruh jajaran peradilan dibawah MA dari PN, PT, dan MA untuk menentukan pimpinan-pimpinan, yaitu Ketua dan Wakil Ketua di semua tingkatan tersebut,” kata Gayus saat dihubungi, Sabtu (7/10).

Gayus mengatakan, hal tersebut didasarkan adanya fakta penyimpangan yang terjadi secara masif di lingkungan peradilan yang dilakukan, baik oleh aparatur Kepaniteraan, hakim, dan saat ini terjadi di Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara.

Menurut dia, perbuatan semacam ini akan sering terjadi lagi apabila posisi pimpinan masih diduduki oleh orang-orang yang belum dievaluasi kembali. Untuk dipilih yang masih baik dan yang buruk diganti.

Pandangan tersebut berdasarkan perkembangan analisis yang menunjukkan banyaknya aparatur pengadilan dari Panitera sampai dengan Hakim di tingkat Pengadilan Negeri dan saat ini di Pengadilan Tinggi.

“Penyebabnya adalah mereka sudah anomali yaitu tidak takut lagi, mengesampingkan, mengabaikan aturan hukum dan perundang-undangan, serta moral dan integritas yang sepatutnya mereka hormati dan taati,” papar Gayus.

Gayus menjabarkan, Maklumat Ketua MA RI Nomor 01/Maklumat/IX/2017 tanggal 11 September 2017 menegaskan dan memastikan, bahwa tidak ada lagi Hakim dan Aparatur yang dipimpinnya melakukan perbuatan yang merendahkan wibawa, kehormatan dan wibawa Mahkamah Agung dan Peradilan di bawahnya.

Selanjutnya, Mahkamah Agung akan memberhentikan Pimpinan Mahkamah Agung atau Pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung. Hal itu apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.

“Bahwa penempatan jabatan-jabatan pimpinan Pengadilan ditentukan oleh Tim Promosi dan Mutasi (TPM) yang dilakukan oleh Pimpinan Mahkamah Agung dibawah Ketua Mahkamah Agung dan bukan oleh para Dirjen di lingkungan Mahkamah Agung,” ujarnya.

Karena itu, untuk tetap menjaga kehormatan dan kewibawaan MA dan jajaran peradilan di bawahnya, demi mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan ksadilan melalui Pengadilan, sudah saatnya Ketua MA Hatta Ali dengan sukarela dan terhormat mengundurkan diri.

“Untuk menyikapi persoalan ini, maka lembaga normatif tertinggi dalam bentuk musyawarah di Mahkamah Agung adalah pleno lengkap Hakim Agung untuk dapat menyikapi masalah ini,” pungkasnya.
(PS)

Kena OTT, Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara Diminta Mundur Sukarela


BeritaBengkulu.id – Hakim Agung Gayus Lumbuun ikut buka suara soal kabar tertangkapnya ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara oleh Satgas Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gayus menilai peristiwa OTT tersebut harus dijadikan bahan evaluasi jajaran badan peradilan.

“Perlu dilakukannya evaluasi terhadap seluruh jajaran peradilan dibawah MA dari PN, PT, dan MA untuk menentukan pimpinan-pimpinan, yaitu Ketua dan Wakil Ketua di semua tingkatan tersebut,” kata Gayus saat dihubungi, Sabtu (7/10).

Gayus mengatakan, hal tersebut didasarkan adanya fakta penyimpangan yang terjadi secara masif di lingkungan peradilan yang dilakukan, baik oleh aparatur Kepaniteraan, hakim, dan saat ini terjadi di Pengadilan Tinggi Sulawesi Utara.

Menurut dia, perbuatan semacam ini akan sering terjadi lagi apabila posisi pimpinan masih diduduki oleh orang-orang yang belum dievaluasi kembali. Untuk dipilih yang masih baik dan yang buruk diganti.

Pandangan tersebut berdasarkan perkembangan analisis yang menunjukkan banyaknya aparatur pengadilan dari Panitera sampai dengan Hakim di tingkat Pengadilan Negeri dan saat ini di Pengadilan Tinggi.

“Penyebabnya adalah mereka sudah anomali yaitu tidak takut lagi, mengesampingkan, mengabaikan aturan hukum dan perundang-undangan, serta moral dan integritas yang sepatutnya mereka hormati dan taati,” papar Gayus.

Gayus menjabarkan, Maklumat Ketua MA RI Nomor 01/Maklumat/IX/2017 tanggal 11 September 2017 menegaskan dan memastikan, bahwa tidak ada lagi Hakim dan Aparatur yang dipimpinnya melakukan perbuatan yang merendahkan wibawa, kehormatan dan wibawa Mahkamah Agung dan Peradilan di bawahnya.

Selanjutnya, Mahkamah Agung akan memberhentikan Pimpinan Mahkamah Agung atau Pimpinan Badan Peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung. Hal itu apabila ditemukan bukti bahwa proses pengawasan dan pembinaan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.

“Bahwa penempatan jabatan-jabatan pimpinan Pengadilan ditentukan oleh Tim Promosi dan Mutasi (TPM) yang dilakukan oleh Pimpinan Mahkamah Agung dibawah Ketua Mahkamah Agung dan bukan oleh para Dirjen di lingkungan Mahkamah Agung,” ujarnya.

Karena itu, untuk tetap menjaga kehormatan dan kewibawaan MA dan jajaran peradilan di bawahnya, demi mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada hukum dan ksadilan melalui Pengadilan, sudah saatnya Ketua MA Hatta Ali dengan sukarela dan terhormat mengundurkan diri.

“Untuk menyikapi persoalan ini, maka lembaga normatif tertinggi dalam bentuk musyawarah di Mahkamah Agung adalah pleno lengkap Hakim Agung untuk dapat menyikapi masalah ini,” pungkasnya.
(PS)