BeritaBengkulu.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyebut ada usulan dari DPR agar saksi saat pemilu dibiayai oleh APBN.
Hal itu disinggung Tjahjo saat ditanyai wartawan soal perkembangan pembahasan Rancagan Undang-undang (RUU) Pemilu.
"Jadi masih akan dibahas biaya saksi pileg (pemilu legislatif) dan pilpres (pemilu presiden) itu dari mana. Kalau DPR ingin saksi dari APBN. Itu usulan Pansus (Panitia Khusus) RUU Pemilu, kami tak bisa sebutkan satu partai saja," kata Tjahjo saat ditemui di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (2/5).
Ia menambahkan, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkam dari usulan tersebut, terutama soal besaran anggaran.
Sebab, jika usulan tersebut disetujui, sekali pencoblosan negara harus menganggarkan sekitar Rp 10 triliun.
Begitu pula jika terjadi putaran kedua, negara harus kembali menganggarkan dana sebesar Rp 10 triliun untuk membiayai seluruh saksi. Padahal, masih banyak pula kebutuhan di sektor lain yang harus dibiayai negara.
"Saksi kan kalau per orang sekitar Rp 300.000. Ini Rp 10 triliun sekali coblosan. Kalau ada tahap kedua ada lagi. Kalau Rp 10 triliun sampai Rp 20 triliun buat bangun SD kan sudah bisa banyak," ujar Tjahjo.
Selain itu, konsekuensi lainnya ialah partai politik harus siap diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sebab, saat usulan tersebut disetujui, mereka telah terhitung menerima dana langsung untuk operasional.
Itu berbeda dengan dana pendidikan politik yang tiap tahunnya mereka terima yang notabene hanya boleh diperuntukan untuk pendidikan politik.
"Kalau anggaran tak banyak dan pemerintah anggap bisa saya kira akan lebih bagus ya. Tapi kalau jumlah besar terus tak menjamin kemandirian partai gimana?" tutur Tjahjo.
"Lalu apakah siap diaudit? Ini kan prosesnya ada pengawasannya. BPK bisa masuk. Parpol siap enggak, benar enggak sampai (ke saksi), ada enggak potongannya?" lanjut dia.
(Ko)