BeritaBengkulu.id - Peninggalan bersejarah di Bengkulu memang tidak ada habisnya. Sejarah yang kental didalamnya masih tergambar sampai sekarang. Masyarakat masih memegang erat cerita turun temurun dari sebuah sejarah peninggalan sejarah di Bengkulu.
Salah satunya adalah Makam Sentot Alibasyah yang terletak di Jalan Sentot Alibasyah Rt1 RW 1 Kelurahan Bajak. Makam ini merupakan tempat peristirahatan terkahir dari seorang pejuang pada masa penjajahan kolonial Belanda yang diasingkan ke Bengkulu.
Sentot Alibasyah meripakan seorang panglima perang Pangeran Diponegoro dan merupakan salah satu keturunan keratin Yogyakarta. Pada usianya yang baru menginjak 17 tahun, Sentot Alibasyah sudah diangkat oleh Pangeran Diponegoro menajdi panglima perangnya yang setia mengabdikan diri. Lalu mengapa Sentot Alibasyah bias diasingkan ke Bengkulu ?
RB mencoba menggali informasi bersejarah ini dengan mendatangi salah satu tokoh masyarakat di Jalan Sentot Alibasyah Kelurahan Bajak yaitu H. Ahmad Sadikin. Ia telah lama menetap di kawasan tersebut sejak ia masih kecil. Ahmad menceritakan kedatangan Sentot Alibaysah ke Bengkulu karena diasingkan oleh kolonial Belanda. “Sentot diasingkan oleh kolonial Belanda untuk membantu belanda perang di Padang,” ujar Ahmad.
Sebelumnya Sentot ditangkap oleh Kolonial Belanda dengan menggunakan akal bulus yang licik yang membuatnya tertangkap. Sentot kemudian dibawa ke Padang Sumatera Barat untuk membantu Belanda perang melawan pasukan Paderi yang dikomandoi oleh Imam Bonjol. Perang antara Belanda melawan pasukan Paderi terjadi pada tahun 1825 sampai 1830.
Sentot mengetahui b ahwa yang dilawannya nanti merupakan bangsanya sendiri, akhirnya Sentot membelot dan membantu pasukan paderi melawan dan mengusir Belanda dari pulau Sumatera. Namun Belanda dapat mencium biangkerok dibalik kekalahannya melawan pasukan Paderi karena mendapat bantuan Sentot Alibasyah. Akhirnya Sentot diadili oleh Belanda di Batavia (Jakarta waktu itu) dan dibuang kembali ke Bengkulu pada tahun 1833.
“Tujuan Belanda membuang Sentot pada masa itu karena saat itu Bengkulu sedang dilanda penyakit malaria yang tidak ada obatnya pada jaman itu. Dengan adanya penyakit tersebut, Belanda berharap Sentot dapat terjangkit dan meninggal dunia. Namun Sentot hidup damai bersama masyarakat Bengkulu,” kata Ahmad.
Pada tahun 1885 Sentot menghembuskan nafas terakhirnya di bumi raflesia. Warga setempat merasakan sedih yang amat mendalam. Sentot akhirnya dikebumikan pada pemakaman umum di daerah kelurahan Bajak yang dikenal saat ini dengan TPU Sentot Alibasyah.
Sentot dimakamkan di keluarahan Bajak karena memang semasa hidupnya ia berdomisili di kawasan tersebut. Setelah wafatnya Sentot, keturunan Sentot atau kerabatnya dari Yogyakarta selalu mengunjungi makamnya dengan lansung datang ke Bengkulu.
“Yang membangun pagar pada makam Sentot itu dari keturuannya sendiri,” ujar Ahmad.
Ketika dimakamkan tidak ada ritual khusus yang dilakukan oleh Masyarakat Kelurahan Bajak kala itu. Serta tidak adanya juga pembacaan ayat-ayat khusus. Pada makam Sentot tepoat di nisannya terdapat ukiran huruf arab yang berartikan Sentot.
“Zaman itu Belanda melarang untuk mengadakan perkumpulan atau kumpul bersama. Jadi setelah Sentot wafat dikuburkan seperti biasa. Untuk tulisan yang ada pada nisannya itu merupakan huruf Arab gundul yang dibaca dalam bahasa melayu. Jika dibaca berbunyi Sentot,” jelas Ahmad.
Melihat kondisi makam Sentot saat ini cukup memprihatinkan. Makan sekaan tidak terawatt dan jauh dari sentuhan tangan pemerintah daerah. Ahmad sangat menyangkan hal tersebut. Ia menuturkan bahwa makam Senotot dapat berpotensi sebagai wisata sejarah yang mampu menarik perhatian wisatawan.
“Sentot bias dikatakan pejuang nasional. Jadi wisatawan dapat menggali ilmu sejarah yang ada dimkam Sentot,” papar Ahmnad.
Ahmad menambahkan, pemerintah seharusnya menjaga kelestarian, kebersihan, keindahan dan keamanan makam Sentot. Untuk dijadikan suatu tempat wisata sejarah, pemerintah harusnya juga menyiapkn pemandu tour. Sehingga pengunjung dapat merasakan sejarah yang besar terkandung dari makam tersebut.
“Kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Makam sudah tidak indah lagi, jadi bagaimana wisatawan mau berkunjung. Pemerintahan sebelumnya, makan dicat dan dipercantikan dengan menambahkan bangunan lainnya. Namun masyrakat juga tidak bias memelihara secara bersama,” terang Ahmad.
(RB)