BeritaBengkulu.id - Puncak peringatan dies natalis ke-35 Universitas Bengkulu (UNIB) digelar dalam rapat paripurna istimewa senat universitas. Dengan agenda mendengarkan orasi ilmiah dan pidato rektor di ruang rapat utama gedung rektorat UNIB, Selasa (2/5).
Kali ini orasi ilmiah disampaikan dosen Peneliti dari kalangan UNIB sendiri, Dr Ir Dwi Wahyuni Ganefianti MS, tentang Penelitian dan Pengembangan Tanaman Berpotensi mendapatkan hak kekayaan intelektual (HaKi). Beberapa penelitian Dwi Wahyuni sendiri sudah terdaftar hak kekayaan intelektualnya.
Dwi Wahyu G dalam orasinya mengatakan, keanekaragaman hati terus mengalami erosi genetik akibat berbagai kegiatan, antara lain eksploitasi secara berlebihan tanpa diikuti dengan upaya reklamasi, polusi, kebakaran, bencana alam dan lainnya. Pada pertanian modern yang menggunakan budidaya tanaman secara monokultur dengan menggunakan secara intensif varietas-varietas unggul baru tanpa diimbangi dengan upaya mempertahankan varietas lokal juga sangat mempengaruhi erosi genetik plasma nutfah.
Keadaan tersebut makin bertambah parah dengan masih tingginya kegiatan pengambilan, serta pertukaran materi plasma nutfah secara illegal. Sehingga saat ini sebagai negara mega-biodiversity, Indonesia justru miskin koleksi plasma nutfah yang dapat dimanfaatkan secara riil dalam proses perakitan varietas atau bibit unggul.
Terkait dengan hal itu, perhatian terhadap plasma nutfah perlu ditingkatkan terutama varietas lokal melalui upaya pengelolaan plasma nutfah secara optimal. Dalam bentuk kegiatan inventarisasi (koleksi), pendataan (dokumentasi) dan pelestarian (konservasi). Selanjutnya diikuti dengan upaya identifikasi karakter-karakter penting, evaluasi dan seleksi untuk menghasilkan berbagai bahan tanaman untuk kepentingan masyarakat.
Total koleksi plasma nutfah berbagai spesies tanaman 3,9 juta, dimana 56 persen dimiliki negara maju USA, Eropa dan Rusia, 16 persen dimiliki lembaga internasional IRRI, ICRISAT, CIMMYT, CIAT, dan 31 persen dimiliki negara-negara berkembang. Pusat asal plasma nutfah adalah negara-negara berkembang dan hampir tidak ada asal spesies tanaman dan asal plasma nutfahnya di USA, Eropa dan Rusia. Pemilikan koleksi plasma nutfah tidak lagi mudah berpindah antar negara, sehingga negara kaya plasma nutfha akan menjadi produsen utama produk pertanian.
Menyadari pentingnya arti plasma nutfah, maka Indonesia harus menyikapinya dengan sungguh-sungguh dan melakukan pengelolaan plasma nutfah. Dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas dengan azas kelestarian yang berkelanjutan. Langkah awal yang dilakukan adalah memperbaiki sistem konservasi yang selama ini telah terabaikan yang mengakibatkan punahnya ribuan genotipe dari kekayaan plasma nutfah.
Untuk dapat bersaing di pasar dunia, selain kualitas produk juga ada faktor yang sangat menentukan, yaitu kepemilikan plasma nutfah dari produk yang diminati pasar dunia dan kemampuan akses terhadap pangkalan data standar mutu berbagai komoditas yang menjadi permintaan pasar.
Dalam era desentralisasi, setiap daerah mempunyai hak untuk mengelola dan mendapatkan keuntungan dari aset tersebut, namun upaya pelestarian keanekaragaman hayati masih dipertentangkan dengan peningkatan pendapatan daerah. Dengan melihat tren global keanekaragaman hatai menjadi “emas baru”, maka seyogyanya pembangunan di daerah bertumpu pada masing-masing sumber daya hayatinya. Dengan pola yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Strategi dan rencana aksi pengelolaan keanekaragaman sumber daya hayati harus disusun secara menyeluruh, dengan mempertimbangkan lintas sektoral baik yang menyangkut langsung denngan keanekaragaman hayati itu sendiri maupun faktor pendukungnya seperti kawasan, manusia, aspek ekonomi, dan kebijakan.
” Jadi dalam pengelolaan plasma nutfah diperlukan perhatian dan kerjasama dari pemerintah karena kepanjangan birokrasi yang dapat menjangkau seluruh negeri, peneliti di perguruan tinggi, Litbang Kementerian Pertanian, petani dan para pemerhati plasma nutfah”.
Dwi Wahyuni Ganefianti menjelaskan, perguruan tinggi punya peran sangat strategis dalam usaha pengelolaan plasma nutfah. Pemulia yang berada di lembaga tinggi ini berkewajiban mengelola plasma nutfah dan mengembangkannya untuk kepentingan masyarakat. Universitas Bengkulu melalui serangkaian kegiatannya telah melakukan pengelolaan plasma nutfah.
Diakhir orasi ilmiahnya, Dwi Wahyuni Ganefianti menyimpulkan, pertama, manajemen plasma nutfah meliputi usaha-usaha pemanfaatannya sekaligus usaha-usaha pelestarian sumber daya genetik. Kedua, kerjasama yang terpadu antara peneliti, petani, eksportir dan pemerintah dalam meningkatkan kemanfaatan plasma nutfah untuk meningkatkan pendapatan petani, dengan memperhatikan azas kelestarian sumber daya genetik.
Ketiga, konservasi plasma nutfah perlu dilakukan baik secara in situ, eks situ, dan in virto. Dan keempat, pemuliaan ke depan akan menghasilkan teknologi dan perakitan varietas tanaman pada lahan rawa dan tanaman biofortifikasi, sehingga misi kedua UNIB menghasilkan karya berorientasi paten untuk menuju World Class University dapat terwujud.
Seperti diketahui Dr Dwi Wahyuni, salah satu dosen peneliti berprestasi yang telah banyak melakukan penelitian dan menghasilkan karya ilmiah yang terpublikasi di jurnal nasional maupun internasional.
Beberapa karyanya telah memperoleh/sedang memproses perlindungan atas hak kekayaan intelektual (HaKi) dari lembaga berkompeten.
Karyanya yang telah memperoleh dan sedang dalam proses HaKi, yaitu Varietas Tanaman Cabai UNIB C GTS1, Varietas Kedelai UNIB K GDS1, Varietas Cabai UNIB C H43, Varietas Cabai UNIB C H23, Varietas Cabai Dwiguna UNIB, Varietas Cabai UNIB C H73, Varietas Cabai UNIB C H13, Varietas Anggrek Tanah UNIB ASMARA, dan Hak PVT Cabai Keriting UNIB C GTS1.
Dwi Wahyu G mulai aktif melakukan penelitian dan menghasilkan karya imliah sejak tahun 2004 dan banyak sekali pengalaman penelitian dan pengabdian masyarakat yang didapatkannya.
Selain dalam negeri, dia juga memiliki segudang pengalaman terlibat dalam seminar dan kegiatan akademik berskala internasional.
(RLS)